Mereka
oleh Tanoto Foundation diperkenalkan MIKIR, sebuah pendekatan agar
pembelajaran mampu membangkitkan siswa memiliki ketrampilan yang
dibutuhkan untuk hidup di abad 21 yang makin kompleks.
“Hidup
zaman ini harus memiliki karakter dan ketrampilan abad 21 yaitu kreatif
dan inovatif, mampu bekerja dalam tim yang semakin multikultur,
berpikir kritis dan mampu mengolah dan memanfaatkan limpahan kekayaan
informasi untuk kehidupan sosial dan ekonomi,” ujar Affan Surya,
Provincial Coordinator Program Pelita Pendidikan untuk Kaltim di
sela-sela pelatihan.
MIKIR
merupakan singkatan dari Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi.
Dengan menurunkan masing – masing kategori menjadi kegiatan di kelas,
metode ini memudahkan guru membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif,
percaya diri dan kritis selama pembelajaran berlangsung.
Untuk
menjalankan MIKIR, guru harus mengintegrasikannya masing-masing
kategori tindakan tersebut dalam skenario pembelajaran. “Jadi
pembelajaran itu harus ada skenarionya. Itu seperti membuat film. Kalau
tidak bagus skenarionya, pembelajaran menjadi tidak menarik bagi
siswa. Tidak tercapai tujuannya. MIKIR memudahkan guru membuat skenario
tersebut,” tegasnya lebih lanjut.
Affan
menyayangkan banyak guru yang tidak membuat skenario dan rencana
pembelajaran sebelum mengajar, dan seringkali datang ke sekolah hanya
untuk memberikan ceramah.
“Pembelajaran
dengan ceramah mematikan kesempatan siswa memiliki karakter dan
ketrampilan abad 21. Siswa harus daiajak terlibat dalam menemukan
pengetahuan, sering berdiskusi agar tumbuh kemampuan bekerjasama dalam
tim untuk memecahkan masalah, sering tampil ke depan agar pandai
mengungkapkan gagasan dan percaya diri,” ujarnya lebih lanjut.
Pada
hari ketiga ToT, para peserta menyebar ke beberapa sekolah untuk
menerapkan skenario MIKIR yang telah disusun dan disimulasikan sehari
sebelumnya.
Seperti
yang dilakukan oleh Prof. Dr. Limbong Subagiyo, M.Si, Guru Besar FKIP
Universitas Mulawarman Samarinda yang langsung ikut terjun mengajar
menggunakan pendekatan MIKIR di SMP 3 Sragen Jateng. Agar siswa kelas
Satu SMP yang diajarnya Mengalami, mereka diajak melakukan percobaan
membuat larutan teh, kopi, dan kapur untuk mengetahui perbedaan unsur,
senyawa dan campuran.
Mereka
berdikusi dalam kelompok menjawab lembar kerja siswa dan
mempresentasikan hasil temuan mereka. Untuk refleksi, para siswa diminta
mengkritisi pembelajaran yang berlangsung. Apa yang masih kurang dan
perlu ditambah.
Menurutnya
konsep MIKIR yang mencoba diperkenalkan oleh Tanoto Foundation membuat
pembelajaran di kelas akan jauh berbeda dengan yang selama ini dilakukan
para guru yang isinya kebanyakan ceramah.
“Metode
ceramah yang kebanyakan dilakukan para guru memang sudah harus
ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan menjawab
tantangan abad 21. MIKIR ini pendekatan yang sangat baik, memperpraktis
pendekatan-pendekatan yang ada,” ujarnya.
Direktur
Program Pelita Pendidikan, Stuart Weston, yang sempat berkeliling
meninjau praktik tersebut berpesan agar para peserta yang akhirnya akan
menjadi pelatih para guru di tempatnya masing-masing menerapkannya di
sekolahnya sendiri terlebih dahulu. “Buktikan di masing-masing
sekolahnya agar menyempurnakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah
didapat disini,’ ujarnya.
Selain
MIKIR para peserta juga dilatih mengelola kelas, membuat lembar kerja
siswa yang bisa mengaktifkan siswa dan berbagai strategi pembelajaran
lain. Sedangkan para kepala sekolah, pengawas dan juga dosen dari
Universitas Mulawarman, IAIN Samarinda, Universitas Sebelas Maret dan
UIN Walisongo, difasilitasi untuk lebih mendalami tentang manajemen
sekolah yang lebih transparan dan akuntabel.(rel/bahren)
Posting Komentar